Bawaslu PBD Resmi Dilaporkan ke DKPP RI Terkait Kode Etik

Sorong,sorotpapua.net – Diduga bekerja tidak profesional dan berpihak, kuasa hukum Calon Gubernur Abdul Faris Umlati (AFU) melaporkan Ketua dan anggota Bawaslu Papua Barat Daya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan tanda terima nomor 634/02-15/SET-02/XI/2024 pada Jumat (15/11) pukul 11.25 WIB.

Kuasa hukum AFU, Benediktus Jombang, Kariadi, Agustinus Jemahin, Muhammad Rizal dalam keterangan persnya kepada sejumlah media di Sorong, Papua Barat Daya, Jumat malam (15/11) mengatakan bahwa yang mendasari laporan ke DKPP itu karena ada keganjalan yang dirasakan oleh Cagub AFU atas rekomendasi Bawaslu PBD.

“Apa yang dilakukan Bawaslu untuk rekomendasi ke KPU adalah pilkada terburuk bagi provinsi Papua Barat Daya. Bawaslu kurang cermat dan teliti. Saya menilai Bawaslu berikan rekomendasi yang sudah di SP3 Gakumdu sarat kepentingan. Bawaslu harus mengkaji minta tanggapan ahli. Kajian menyeluruh sesuai dengan hukum yang ada. Saya melihat mereka ini melanggar perbawaslu. Catat prosedural formil tidak terpenuhi,” ujar Benediktus Jombang.

Disambung oleh Kariadi yang melandasi kliennya melaporkan Bawaslu ke DKPP adalah perbedaan rekomendasi antara Bawaslu dengan DKPP.
“Pertanyaan mendasar, Ini ada apa? Gakumdu sudah hentikan, kenapa Bawaslu malah mengeluarkan rekomendasi ke KPU untuk membatalkan kepesertaan klien Kami. Kami menduga ada potensi tidak netralnya Bawaslu dalam melakukan pengawasan pada saat Pemilu dan itu akan Kami buktikan di DKPP,” ujar Kariadi.

Ia menambahkan bahwa saat ini kliennya masih berupaya mencari keadilan di Mahkamah Agung, namun disisi lain Bawaslu melalui keterangannya kepada publik bahwa AFU bukan lagi Calon Gubernur dan memerintahkan untuk menurunkan Alat Peraga Kampanye (APK) milik Paslon AFU.

“Saya ingatkan ke Bawaslu bahwa status AFU belum berkekuatan hukum tetap karena masih berproses di MA. Jadi jangan terburu-buru menyatakan AFU didiskualifikasi. Hak AFU berkampanye juga diamputasi. Hak klien kami yang dilindungi Undang-Undang Pilkada untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Persoalan rekomendasi diskualifikasi sangat fundamental, itu merupakan sanksi paling berat dalam konteks pemilu. Bawaslu PBD dengan mudahnya membuat diskualifikasi tanpa melibatkan kajian mendalam oleh para ahli,” ungkap Kariadi.

Selain itu, kuasa hukum menemukan adanya dugaan rekayasa penanggalan dalam laporan yang tidak jujur dalam penanggalan.
“Sesuai perbawaslu nomor 8 tahun 2020, Bawaslu diduga melakukan rekayasa tanggal seolah-olah terpenuhi tenggang waktu. Setiap penanganan permasalahan pelanggaran, mulai dari pelaporan, temuan sampai proses rekomendasi dilakukan tidak cermat, tidak profesional. Sehingga potensi tidak netral dalam tugas fungsinya sebagai penyelenggara Pemilu,” imbuh Benediktus Jombang.
Oleh karena itu, dalam surat ke DKPP, Kuasa hukum AFU meminta agar Bawaslu RI segera nonaktifkan Bawaslu Papua Barat Daya sebagaimana langkah KPU RI yang menonaktifkan KPU Papua Barat Daya.

“Saya mengapresiasi KPU RI yang sudah menonaktifkan KPU Papua Barat Daya guna menjaga netralitas penyelenggaraan Pilkada. Kami juga berharap Bawaslu RI juga menonaktifkan Bawaslu PBD sebelum pencoblosan, karena ini urgent terkait Pilkada,” tutup Benediktus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.