Perjalanan kini bukan lagi soal sejauh apa kaki melangkah, tapi seberapa besar jejak kebaikan yang ditinggalkan.
Tahun 2025 menandai kebangkitan EcoTourism, atau wisata berkelanjutan yang memadukan keindahan alam, pelestarian budaya, dan tanggung jawab sosial.
Dari pegunungan Nepal hingga pantai Lombok, wisata hijau menjadi simbol kesadaran baru: bahwa eksplorasi harus sejalan dengan perlindungan bumi.
β Apa Itu EcoTourism?
EcoTourism (ekowisata) adalah bentuk pariwisata yang berfokus pada kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, dan edukasi wisatawan.
Tujuannya bukan hanya menikmati alam, tapi juga menjaganya.
Konsep ini lahir sebagai reaksi terhadap mass tourism yang sering merusak lingkungan dan budaya lokal.
Kini, ekowisata diakui sebagai bagian penting dari sustainable development goals (SDGs) PBB β khususnya pada bidang lingkungan dan ekonomi hijau.
Ciri khas EcoTourism:
-
Berbasis alam dan budaya lokal.
-
Berdampak sosial positif.
-
Mengedukasi wisatawan tentang konservasi.
-
Meminimalkan limbah dan emisi karbon.
β Tren EcoTourism di Tahun 2025
Beberapa tren besar yang membentuk wajah pariwisata berkelanjutan tahun 2025:
-
Carbon-Neutral Travel π
Wisatawan mulai memilih maskapai dan penginapan yang menanam pohon atau mendukung program kompensasi karbon. -
Community-Based Tourism (CBT) π©βπΎ
Turis tinggal di desa lokal, ikut bertani, menenun, atau memasak β hasilnya langsung dinikmati oleh masyarakat setempat. -
Eco-Lodge dan Glamping Hijau ποΈ
Penginapan ramah lingkungan dengan panel surya, bahan daur ulang, dan sistem air mandiri jadi primadona baru. -
Digital Detox Travel π΅
Wisata tanpa internet β fokus pada alam dan koneksi manusia. Banyak destinasi di Bali, Thailand, dan Filipina kini mempromosikannya. -
Green Certification Tourism
Hotel dan operator tur berlomba mendapatkan sertifikasi seperti Green Globe dan EarthCheck sebagai bukti tanggung jawab lingkungan.
β Indonesia: Surga EcoTourism Asia
Indonesia, dengan kekayaan alam dan budayanya, punya posisi strategis di peta ekowisata dunia.
Dari Sabang sampai Merauke, muncul banyak destinasi hijau dengan konsep wisata berkelanjutan.
Beberapa contohnya:
-
Desa Wisata Nglanggeran (Yogyakarta) β bekas tambang batu yang kini jadi kampung wisata ramah lingkungan.
-
Raja Ampat (Papua Barat Daya) β ekosistem laut paling kaya di dunia dengan sistem pembatasan pengunjung dan patroli konservasi.
-
Tangkahan (Sumatra Utara) β desa konservasi yang menjaga habitat gajah dan hutan hujan tropis.
-
Munduk (Bali Utara) β kombinasi wisata alam, kebun kopi, dan homestay berbasis masyarakat.
Kemenparekraf juga meluncurkan program βEcoTourism 2030 Roadmapβ untuk memperkuat desa wisata hijau dan memperluas kesadaran pelestarian.
β Dampak Sosial dan Ekonomi
Ekowisata tak hanya menyelamatkan alam, tapi juga menghidupkan ekonomi lokal.
Masyarakat menjadi aktor utama, bukan hanya penonton.
Manfaat langsungnya:
-
Lapangan kerja baru di pedesaan.
-
Pendapatan untuk konservasi flora dan fauna.
-
Pelestarian budaya dan tradisi lokal.
-
Kemandirian ekonomi tanpa ketergantungan pada industri besar.
Di era 2025, banyak desa yang dulu sepi kini berkembang jadi pusat ekonomi hijau berkat pariwisata berbasis komunitas.
β Tantangan dan Ancaman
Namun, ekowisata bukan tanpa risiko.
Beberapa tantangan besar yang masih dihadapi:
-
Greenwashing β banyak bisnis mengaku βecoβ hanya untuk branding, tanpa benar-benar ramah lingkungan.
-
Overtourism lokal β desa kecil kewalahan menghadapi lonjakan pengunjung.
-
Kurangnya regulasi dan pendampingan β program konservasi sering bergantung pada dana sementara.
Karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat agar semangat eco living benar-benar berkelanjutan.
β Teknologi & Masa Depan EcoTourism
Teknologi kini jadi sekutu baru ekowisata.
Aplikasi digital digunakan untuk mengatur jumlah wisatawan, memantau kualitas udara, dan menghitung jejak karbon tiap perjalanan.
Beberapa startup Indonesia bahkan membuat eco-travel platform yang membantu wisatawan menghitung emisi dan menanam pohon sebagai kompensasi.
Di masa depan, eco travel passport mungkin akan jadi standar baru β sertifikat digital yang menunjukkan seberapa hijau perjalanan seseorang.
β Kesimpulan: Wisata yang Bertanggung Jawab
EcoTourism 2025 membuktikan bahwa berlibur bisa menjadi bentuk cinta terhadap bumi.
Kita tidak harus berhenti menjelajah, tapi harus belajar menjelajah dengan bijak.
Setiap langkah kaki bisa jadi bagian dari solusi β bukan masalah.
Dan ketika wisata menjadi gerakan sadar lingkungan, perjalanan bukan lagi tentang melarikan diri dari kehidupan,
melainkan cara terbaik untuk kembali terhubung dengannya.
β Referensi
-
Sustainable Tourism and Environmental Impact β Wikipedia